Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah. Hal tersebut disebabkan oleh adanya gangguan pada sekresi insulin atau gangguan kerja insulin maupun keduanya. Penderita DM tidak dapat memproduksi atau tidak dapat merespon hormon insulin yang dihasilkan oleh organ pankreas, sehingga kadar gula darah meningkat.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan metabolisme yang terjadi pada organ pankreas yang ditandai dengan peningkatan gula darah atau sering disebut dengan kondisi hiperglikemia yang disebabkan karena menurunnya jumlah insulin dari pankreas (ADA, 2012). Kejadian penyakit DM yang paling sering terjadi di masyarakat adalah DM tipe dua. Kasus pada tahun 2013, prevalensi DM di dunia adalah sebesar 8,4% dari populasi penduduk dunia.
Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang tersembunyi sebelum muncul gejala yang tampak seperti mudah lapar, haus dan sering buang air kecil. Gejala tersebut seringkali disadari ketika pasien sudah merasakan keluhan, sehingga disebut dengan the silent killer.
Penyakit Diabetes Melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler (Brunner and Suddarth, 2013). Dampak dari Diabetes Mellitus terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan cukup besar, sehingga sangat diperlukan program pengendalian DM tipe dua. Menurut (Kemenkes, 2010) penyakit Diabetes Mellitus tipe dua bisa dilakukan pencegahan dengan mengetahui faktor risiko. Faktor risiko penyakit DM terbagi menjadi faktor yang berisiko tetapi dapat dirubah oleh manusia, dalam hal ini dapat berupa pola makan, pola kebiasaan sehari-hari seperti makan, pola istirahat, pola aktifitas dan pengelolaan stres. Faktor yang kedua adalah faktor yang berisiko tetapi tidak dapat dirubah seperti usia, jenis kelamin serta faktor pasien dengan latar belakang keluarga dengan penyakit Diabetes (Suiraoka, 2012).
Faktor risiko kejadian penyakit Diabetes Mellitus tipe dua antara lain usia, aktifitas fisik, terpapar asap, indeks massa tubuh (IMT), tekanan darah, stres, gaya hidup, adanya riwayat keluarga, kolesterol HDL, trigliserida, DM kehamilan, riwayat ketidaknormalan glukosa dan kelainan lainnya (Morton et al, 2012; Koes Irianto 2012; De Graaf et al, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2012) menyatakan bahwa riwayat keluarga, aktifitas fisik, umur, stres, tekanan darah serta nilai kolesterol berhubungan dengan terjadinya DM tipe dua, dan orang yang memiliki berat badan dengan tingkat obesitas berisiko 7,14 kali terkena penyakit DM tipe dua jika dibandingkan dengan orang yang berada pada berat badan ideal atau normal.
Prevalensi Diabetes Mellitus yang mengalami peningkatan kejadian akan berdampak pada peningkatan jumlah penderita dan kejadian kematian yang disebabkan karena penyakit Diabetes Melitus dan komplikasi dari DM itu sendiri. Dampak peningkatan kejadian akibat DM menyebabkan peningkatan pembiayaan dan perawatan yang diperkirakan untuk biaya perawatan dengan standar minimal rawat jalan di Indonesia sebanyak 1,5 milyar rupiah dalam satu hari atau jika diakumulasikan sebanyak 500 milyar rupiah dalam satu tahun. Dengan estimasi tersebut maka dibutuhkan adanya usaha untuk penanganan dan pencegahan terhadap kejadian DM. Salah satu upaya untuk penanganan dan pencegahan timbulnya kejadian peningkatan DM adalah dengan masyarakat mengetahui dan paham akan faktor risiko yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan munculnya penyakit DM.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan metabolisme yang terjadi pada organ pankreas yang ditandai dengan peningkatan gula darah atau sering disebut dengan kondisi hiperglikemia yang disebabkan karena menurunnya jumlah insulin dari pankreas (ADA, 2012). Kejadian penyakit DM yang paling sering terjadi di masyarakat adalah DM tipe dua. Kasus pada tahun 2013, prevalensi DM di dunia adalah sebesar 8,4% dari populasi penduduk dunia.
Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang tersembunyi sebelum muncul gejala yang tampak seperti mudah lapar, haus dan sering buang air kecil. Gejala tersebut seringkali disadari ketika pasien sudah merasakan keluhan, sehingga disebut dengan the silent killer.
Penyakit Diabetes Melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler (Brunner and Suddarth, 2013). Dampak dari Diabetes Mellitus terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan cukup besar, sehingga sangat diperlukan program pengendalian DM tipe dua. Menurut (Kemenkes, 2010) penyakit Diabetes Mellitus tipe dua bisa dilakukan pencegahan dengan mengetahui faktor risiko. Faktor risiko penyakit DM terbagi menjadi faktor yang berisiko tetapi dapat dirubah oleh manusia, dalam hal ini dapat berupa pola makan, pola kebiasaan sehari-hari seperti makan, pola istirahat, pola aktifitas dan pengelolaan stres. Faktor yang kedua adalah faktor yang berisiko tetapi tidak dapat dirubah seperti usia, jenis kelamin serta faktor pasien dengan latar belakang keluarga dengan penyakit Diabetes (Suiraoka, 2012).
Faktor risiko kejadian penyakit Diabetes Mellitus tipe dua antara lain usia, aktifitas fisik, terpapar asap, indeks massa tubuh (IMT), tekanan darah, stres, gaya hidup, adanya riwayat keluarga, kolesterol HDL, trigliserida, DM kehamilan, riwayat ketidaknormalan glukosa dan kelainan lainnya (Morton et al, 2012; Koes Irianto 2012; De Graaf et al, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2012) menyatakan bahwa riwayat keluarga, aktifitas fisik, umur, stres, tekanan darah serta nilai kolesterol berhubungan dengan terjadinya DM tipe dua, dan orang yang memiliki berat badan dengan tingkat obesitas berisiko 7,14 kali terkena penyakit DM tipe dua jika dibandingkan dengan orang yang berada pada berat badan ideal atau normal.
Prevalensi Diabetes Mellitus yang mengalami peningkatan kejadian akan berdampak pada peningkatan jumlah penderita dan kejadian kematian yang disebabkan karena penyakit Diabetes Melitus dan komplikasi dari DM itu sendiri. Dampak peningkatan kejadian akibat DM menyebabkan peningkatan pembiayaan dan perawatan yang diperkirakan untuk biaya perawatan dengan standar minimal rawat jalan di Indonesia sebanyak 1,5 milyar rupiah dalam satu hari atau jika diakumulasikan sebanyak 500 milyar rupiah dalam satu tahun. Dengan estimasi tersebut maka dibutuhkan adanya usaha untuk penanganan dan pencegahan terhadap kejadian DM. Salah satu upaya untuk penanganan dan pencegahan timbulnya kejadian peningkatan DM adalah dengan masyarakat mengetahui dan paham akan faktor risiko yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan munculnya penyakit DM.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan metabolisme yang terjadi pada organ pankreas yang ditandai dengan peningkatan gula darah atau sering disebut dengan kondisi hiperglikemia yang disebabkan karena menurunnya jumlah insulin dari pankreas (ADA, 2012). Kejadian penyakit DM yang paling sering terjadi di masyarakat adalah DM tipe dua. Kasus pada tahun 2013, prevalensi DM di dunia adalah sebesar 8,4% dari populasi penduduk dunia. Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang tersembunyi sebelum muncul gejala yang tampak seperti mudah lapar, haus dan sering buang air kecil. Gejala tersebut seringkali disadari ketika pasien sudah merasakan keluhan, sehingga disebut dengan the silent killer.
Penyakit Diabetes Melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler (Brunner and Suddarth, 2013). Dampak dari Diabetes Mellitus terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan cukup besar, sehingga sangat diperlukan program pengendalian DM tipe dua. Menurut (Kemenkes, 2010) penyakit Diabetes Mellitus tipe dua bisa dilakukan pencegahan dengan mengetahui faktor risiko. Faktor risiko penyakit DM terbagi menjadi faktor yang berisiko tetapi dapat dirubah oleh manusia, dalam hal ini dapat berupa pola makan, pola kebiasaan sehari-hari seperti makan, pola istirahat, pola aktifitas dan pengelolaan stres. Faktor yang kedua adalah faktor yang berisiko tetapi tidak dapat dirubah seperti usia, jenis kelamin serta faktor pasien dengan latar belakang keluarga dengan penyakit Diabetes (Suiraoka, 2012).
Faktor risiko kejadian penyakit Diabetes Mellitus tipe dua antara lain usia, aktifitas fisik, terpapar asap, indeks massa tubuh (IMT), tekanan darah, stres, gaya hidup, adanya riwayat keluarga, kolesterol HDL, trigliserida, DM kehamilan, riwayat ketidaknormalan glukosa dan kelainan lainnya (Morton et al, 2012; Koes Irianto 2012; De Graaf et al, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2012) menyatakan bahwa riwayat keluarga, aktifitas fisik, umur, stres, tekanan darah serta nilai kolesterol berhubungan dengan terjadinya DM tipe dua, dan orang yang memiliki berat badan dengan tingkat obesitas berisiko 7,14 kali terkena penyakit DM tipe dua jika dibandingkan dengan orang yang berada pada berat badan ideal atau normal. Prevalensi Diabetes Mellitus yang mengalami peningkatan kejadian akan berdampak pada peningkatan jumlah penderita dan kejadian kematian yang disebabkan karena penyakit Diabetes Melitus dan komplikasi dari DM itu sendiri. Dampak peningkatan kejadian akibat DM menyebabkan peningkatan pembiayaan dan perawatan yang diperkirakan untuk biaya perawatan dengan standar minimal rawat jalan di Indonesia sebanyak 1,5 milyar rupiah dalam satu hari atau jika diakumulasikan sebanyak 500 milyar rupiah dalam satu tahun. Dengan estimasi tersebut maka dibutuhkan adanya usaha untuk penanganan dan pencegahan terhadap kejadian DM. Salah satu upaya untuk penanganan dan pencegahan timbulnya kejadian peningkatan DM adalah dengan masyarakat mengetahui dan paham akan faktor risiko yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan munculnya penyakit DM.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan metabolisme yang terjadi pada organ pankreas yang ditandai dengan peningkatan gula darah atau sering disebut dengan kondisi hiperglikemia yang disebabkan karena menurunnya jumlah insulin dari pankreas (ADA, 2012). Kejadian penyakit DM yang paling sering terjadi di masyarakat adalah DM tipe dua. Kasus pada tahun 2013, prevalensi DM di dunia adalah sebesar 8,4% dari populasi penduduk dunia.
Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang tersembunyi sebelum muncul gejala yang tampak seperti mudah lapar, haus dan sering buang air kecil. Gejala tersebut seringkali disadari ketika pasien sudah merasakan keluhan, sehingga disebut dengan the silent killer.
Pada perjalanannya, penyakit diabetes akan menimbulkan berbagai komplikasi baik yang akut maupun yang kronis atau menahun apabila tidak dikendalikan dengan baik. Diabetes merupakan salah satu penyakit degeneratif yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan, artinya apabila seseorang sudah didiagnosis DM, maka seumur hidupnya akan menderita (Isniati, 2007). Diabetes melitus lebih dikenal sebagai penyakit yang membunuh manusia secara diam-diam atau “Silent killer”. Diabetes juga dikenal sebagai “Mother of Disease” karena merupakan induk dari penyakit - penyakit lainnya seperti hipertensi, penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke, gagal ginjal, dan kebutaan. Penyakit DM dapat menyerang semua lapisan umur dan sosial ekonomi (Anani, 2012; Depkes, 2008).
Sebenarnya diabetes merupakan penyakit yang bisa dikontrol karena hampir 90% nya berkaitan dengan gaya hidup yang tidak sehat, penderita mampu hidup sehat bersama DM, asalkan mau patuh dan kontrol secara teratur. Faktor risiko penyakit DM dan penyakit metabolik sangat erat kaitannya dengan perilaku tidak sehat, serta adanya perubahan gaya hidup seperti diet tidak sehat dan tidak seimbang, kurang aktivitas fisik, mempunyai berat badan lebih (obesitas), hipertensi, dan konsumsi alkohol serta kebiasaan merokok, disamping faktor-faktor risiko lain seperti usia, jenis kelamin, dan keturunan (Depkes, 2008; Desai, et al, 2000).
PENGENDALIAN DIABETES MELITUS
Pengendalian DM dan penyakit metabolik dilakukan melalui pencegahan dan penanggulangan dari faktor risiko tersebut di atas, yaitu dengan modifikasi gaya hidup atau perubahan gaya hidup dan konsumsi obat antidiabetik. Prinsip dasar manajemen pengendalian DM meliputi modifikasi gaya hidup, dengan mengubah gaya hidup yang tidak sehat menjadi gaya hidup yang sehat berupa pengaturan makanan (diet), aktifitas fisik, perubahan perilaku risiko meliputi berhenti merokok dan membatasi konsumsi alkohol, serta kepatuhan konsumsi obat antidiabetik. Di Amerika, strategi terapi DM yang efektif adalah modifikasi gaya hidup dan antidiabetik oral. Perubahan gaya hidup menjadi pilihan pertama dalam pencegahan DM, walaupun antidiabetik oral dapat mencegah DM, namun efeknya tidak sebesar perubahan gaya hidup. Oleh karena itu, obat-obatan ditempatkan sebagai tambahan terhadap perubahan gaya hidup (Alberti, et al, 2007; Kang H, et al, 2009).
Sumber: “Syamsi Nur Rahman Toharin / Unnes Journal of Public Health 4 (2) (2015)”